pn_lbt[at]yahoo.co.id (0383) 2343010

MA PERINGATI HARI PEREMPUAN INTERNASIONAL

Jakarta-Humas: Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional, Mahkamah Agung bekerja sama dengan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Univrsitas Indonesia (FHUI) dan Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ2) menyelenggarakan seminar dengan tema Membangun Sistem Peradilan yang Menjamin Hak Perempuan untuk Mendapatkan Akses `Keadilan yang Setara Melalui Pelaksanaan Perma 3 tahun 2017 di hotel Aryaduta, Gambir Jakarta Pusat pada Kamis, 8 Maret 2018.
Wakil ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial Dr. Syarifuddin SH., MH., dalam sambutannya ketika membuka acara menyampaikan bahwa Seminar ini adalah salah satu media dalam memberikan akses keadilan kepada perempuan yang berhadapan hukum. Lebih lanjut Syarifuddin mengatakan bahwa terkait dengan Perempuan yang berhadapan dengan Hukum, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Perma no 3 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan berhadapan dengan Hukum. Hal ini merupakan inisiatif MA yang sejalan Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun 1985 bahwa Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan. Perma ini juga sejalan dengan Visi dan misi MA dalam memebikan pelayanan yang prima kepada masyarakat.
PERMA ini juga merupakan komitmen Mahkamah Agung dalam memberikan perlindungan terhadap perempuan atas akses keadilan serta bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam sistem peradilan. PERMA yang diluncurkan pada 4 Agustus 2017 lalu ini merupakan tindak lanjut dari the Bangkok General Guidance for Judges in Applying a Gender Perspective yang merupakan kesepakatan para hakim se-Asia Tenggara dalam Lokakarya di Bangkok pada 24-25 Juni 2016, dan kerja sama antara Mahkamah Agung RI dan Family Court of Australia yang sudah terjalin selama 12 tahun, dimulai sejak tahun 2004. Menurut Desnayeti, salah satu Hakim Agung yang menjadi Anggota Pokja Perempuan dan Anak Mahkamah Agung bahwa inisiatif keluarnya PERMA ini sendiri berasal dari beragam kejadian yang terjadi di Indonesia, diskusi dan perbincangan dengan para ahli dan beragam seminar yang dihadiri. «inisiatifnya berasal dari banyak bagian, intinya adalah PERMA ini untuk memberikan keadilan yang seadil-adilnya terkhusus bagi perempuan yang berhadapan dengan hukum » kata Desnayeti, yang menjadi sala satu pembicara dalam seminar ini. « Jika masyarakat menemukan hakim yang tidak mengaplikasikan PERMA ini, mohon dilaporkan ke Badan Pengawasa MA”. Tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama para stakeholder yang hadir seperti  Komnas Perempuan, PEKKA, LBH APIK, dan yang lainnya bangga dan mengapreasiasi tindakan Mahkamah Agung yang telah berani mengeluarkan Perma ini. Namun, menurut mereka jika tidak dibarengi dengan kebijakan yang sama dari pihak Kepolisian dan Kejaksaan, aplikasi Perma ini dianggap akan timpang «Saya harap Kepolisian dan Kejaksaan juga mengeluarkan kebijakan serupa Perma ini» harap Azriana dari Komnas perempuan. «Jika proses sebelum pengadilan belum terbangun sadar gender, proses keadilan berbasis gender tidak akan tercapai” tambahnya.
Acara ini dihadiri oleh pimpinan Mahkamah Agung, Hakim Agung, beberapa hakim tinggi dan hakim tingkat pertama dari seluruh Indonesia, Kelompok Kerja Perempuan dan Anak Mahkama Agung, Perwakilan Kedutaan Besar Australia Dave Peebles, Hakim Family Court of Australia Justice Margaret Cleary, Ketua Komnas Perempuan, Lembaga Swadaya Masyarakat, kalangan media baik cetak maupun elektronik dan undangan lainnya. (Azh/RS/photo:Pepy)