Jakarta-Humas: Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional,
Mahkamah Agung bekerja sama dengan Masyarakat Pemantau Peradilan
Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Univrsitas Indonesia (FHUI) dan
Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ2) menyelenggarakan
seminar dengan tema Membangun Sistem Peradilan yang Menjamin Hak
Perempuan untuk Mendapatkan Akses `Keadilan yang Setara Melalui
Pelaksanaan Perma 3 tahun 2017 di hotel Aryaduta, Gambir Jakarta Pusat
pada Kamis, 8 Maret 2018.
Wakil ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial Dr. Syarifuddin SH., MH.,
dalam sambutannya ketika membuka acara menyampaikan bahwa Seminar ini
adalah salah satu media dalam memberikan akses keadilan kepada perempuan
yang berhadapan hukum. Lebih lanjut Syarifuddin mengatakan bahwa
terkait dengan Perempuan yang berhadapan dengan Hukum, Mahkamah Agung
telah mengeluarkan Perma no 3 tentang Pedoman Mengadili Perkara
Perempuan berhadapan dengan Hukum. Hal ini merupakan inisiatif MA yang
sejalan Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang
No.14 Tahun 1985 bahwa Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut
hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan
apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang
tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau
kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan
peradilan. Perma ini juga sejalan dengan Visi dan misi MA dalam
memebikan pelayanan yang prima kepada masyarakat.
PERMA ini juga merupakan komitmen Mahkamah Agung dalam memberikan
perlindungan terhadap perempuan atas akses keadilan serta bebas dari
segala bentuk diskriminasi dalam sistem peradilan. PERMA yang
diluncurkan pada 4 Agustus 2017 lalu ini merupakan tindak lanjut dari
the Bangkok General Guidance for Judges in Applying a Gender Perspective
yang merupakan kesepakatan para hakim se-Asia Tenggara dalam Lokakarya
di Bangkok pada 24-25 Juni 2016, dan kerja sama antara Mahkamah Agung RI
dan Family Court of Australia yang sudah terjalin selama 12 tahun,
dimulai sejak tahun 2004. Menurut Desnayeti, salah satu Hakim Agung yang
menjadi Anggota Pokja Perempuan dan Anak Mahkamah Agung bahwa inisiatif
keluarnya PERMA ini sendiri berasal dari beragam kejadian yang terjadi
di Indonesia, diskusi dan perbincangan dengan para ahli dan beragam
seminar yang dihadiri. «inisiatifnya berasal dari banyak bagian, intinya
adalah PERMA ini untuk memberikan keadilan yang seadil-adilnya
terkhusus bagi perempuan yang berhadapan dengan hukum » kata Desnayeti,
yang menjadi sala satu pembicara dalam seminar ini. « Jika masyarakat
menemukan hakim yang tidak mengaplikasikan PERMA ini, mohon dilaporkan
ke Badan Pengawasa MA”. Tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama para stakeholder yang hadir seperti
Komnas Perempuan, PEKKA, LBH APIK, dan yang lainnya bangga dan
mengapreasiasi tindakan Mahkamah Agung yang telah berani mengeluarkan
Perma ini. Namun, menurut mereka jika tidak dibarengi dengan kebijakan
yang sama dari pihak Kepolisian dan Kejaksaan, aplikasi Perma ini
dianggap akan timpang «Saya harap Kepolisian dan Kejaksaan juga
mengeluarkan kebijakan serupa Perma ini» harap Azriana dari Komnas
perempuan. «Jika proses sebelum pengadilan belum terbangun sadar gender,
proses keadilan berbasis gender tidak akan tercapai” tambahnya.
Acara ini dihadiri oleh pimpinan Mahkamah Agung, Hakim Agung, beberapa
hakim tinggi dan hakim tingkat pertama dari seluruh Indonesia, Kelompok
Kerja Perempuan dan Anak Mahkama Agung, Perwakilan Kedutaan Besar
Australia Dave Peebles, Hakim Family Court of Australia Justice Margaret
Cleary, Ketua Komnas Perempuan, Lembaga Swadaya Masyarakat, kalangan
media baik cetak maupun elektronik dan undangan lainnya.
(Azh/RS/photo:Pepy)